Senin, 16 Maret 2009

Esai

Nikah Siri, Cara Nikah Jadul

Istilah nikah siri sebenarnya muncul setelah pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Tanggal 2 Januari 2974 adalah penetapan berlakunya undang-undang tersebut. Setelah diberlakukannya undang-undang tersebut, istilah nikah siri mulai populer.
Orang tua kita yang menikah sebelum adanya undang-undang tersebut, riwayat pernikahannya tidak terdokumentasi atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama. Secara agamis pernikahan itu sudah memenuhi persayaratan. Mereka menikah sesuai syarat rukunnya, yaitu di bawah penghulu atau kyai, ada wali, ada saksi, ada mas kawin, dan (mungkin) dicatat oleh penghulu atau kyai tersebut. Namun, satu hal yang belum dilakukan saat itu, yaitu melaporkan dan mendokumentasikan. Wajarlah apabila orang-orang jadul tidak mempunyai surat kawin. Mereka kalau dimintai bukti pernikahan tidak dapat menunjukkannya. Secara de facto sudah menikah, tetapi de yure tidak dapat dipenuhi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama. Menghubungkan makna nikah siri dengan keadaan nikah jaman sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diterbitkan, kiranya tidaklah berlebihan jika saya mengansumsikan bahwa nikah siri identik dengan nikah jadul, yaitu sebelum ada undang-undang perkawinan. Otomatis ketika ada seseorang yang menikah dengan tidak sesuai pasal 2 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974, diidentifikasikanlah sebagai nikah siri. Bedanya, adalah dicatat atau tidak di Kantor Urusan Agama. Kalau sebuah pernikahan sampai dicatat di Kantor Urusan Agama, pernikahanannya tidak dogolongkan ke nikah siri. Sebaliknya, sebuah pernikahan tidak sampai terekam oleh Kantor Urusan Agama, pelaku nikah digolongkan melakukan nikah siri.

Zaman sekarang nikah siri biasanya dilakukan karena keterpaksaan oleh keadaan yang tidak beres, tetapi mengejar target terlepas dari koridor perzinaan. Pelaku nikah siri merasa lega karena istilah zina tidak akan menghantui lagi. Satu pokok pertimbangan itulah yang kadang menutup pertimbangan-pertimbangan yang lain. Seandainya dua makhluk yang akan melangsungkan pernikahan itu beres, pastilah mereka akan menempuh nikah yang sesuai UU.

Sebenarnya, di balik nikah siri ada ancaman bagi perempuan. Kalau perempuan mau berpikir jernih dan berorientasi ke depan, pastilah dia tidak mau diajak nikah siri oleh pasangannya. Ini dikarenakan tidak saja kehilangan hak-haknya sebagai seorang isteri, tetapi juga dianggap sebagai gundik atau simpanan oleh masyarakat. Hanya saja, nasibnya lebih sedikit mujur dari gundik. Ancaman lain, awas suatu saat "habis manis sepah dibuang". Sekarang, nikah siri tidaklah lazim.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diimplementasikan sebagai sebuah pencerah, sebagai tanda bangsa yang beradab, sebagai pengayom derajat perempuan, pengendali untuk kaum laki-laki agar menghargai perempuan sebagai mitra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.

FITUR KEBAHASAAN PADA GENRE TEKS

Kaidah Kebahasaan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA diarahkan pada pengembangan ...