Kamis, 02 Juli 2020

Syair Kehidupan


Syair Mbah Aceh

Berpuluh tahun Mbah Aceh merantau
Di bumi Serambi Mekah yang berkilau
Sebagai transmigran dari sebrang pulau
Karna di bumi sendiri hidup kacau
Awalnya ia sangat sengsara
Membabad hutan belantara
Membuka ladang membuka asa
Tuk hidupi sanak keluarga
Biji yang disemai mulai tumbuh
Ia jaga dengan sungguh-sungguh
Ditunggu sejak pagi  menjelang subuh
Sampai siang saat membasuh peluh
Tak sia-sia ia membanting tulang
Lagu riang mengumandang dari ladang
Sebagai awal mula mendapat uang
Saat jatah dari negri mulai terbang
Mbah Aceh tersenyum puas
Dia tak ingin bermalas-malas
Juga tak ingin dimelas
Oleh negri yang punya alas
Anak  isteri mulai dituruti
Kain dan kebaya mulai diganti
Makan dan minum mulai bergizi
Aman tentramlah rasa di hati
Saat derajat hendak meningkat
Datanglah orang-orang keparat
Yang kerasukan syetan laknat
Merampas dan membunuh tanpa adat
Tunggang langganglah mereka
Selamatkan diri yang utama
Isteri entahlah ke mana
Anak dan menantu juga
Hanya berbekal secarik kain
Ia harus rela dan yakin
Hanya satu yang dibatin
Tinggalkan ladang beratus ubin
Daripada nyawa melayang
Mati hanya untuk ladang
Lebihlah baik ia pulang
Walaupun harus berpetualang
Entah ke mana ia berlari
        Entah ke mana ia bersembunyi
        Tak tahu arah, tak paham negeri
        Yang utama keselamatan diri
Di pelabuhan ia bertemu
Dengan istri yang sudah keju
Berjam-jam setia menunggu
Dengan rasa mengharu biru
Mereka bertemu soal
Yang tak bisa diakal
Memang mereka sedang sial
Tak sempat membawa sedikit pun bekal
Kepada siapa  harus meminta
Tak ada sanak dan keluarga
Apakah ada orang yang iba
Di tengah-tengah hidup sengsara
Tuhan pengasih dan penyayang
Bertemulah seorang berhati lapang
Walau sendiri sedang gersang
Saudara-saudaranya terhunus pedang
Persamaan nasib jadi berarti
Membawanya sampai negri sendiri
Walau dengan berbagai rasa hati
Semua itu harus disyukuri
Di negri sendiri jadi merana
Rumah sudah tak lagi ada
Tanah juga sudah tiada
Buat modal membuka asa
Seorang tetangga berhati mulia
Meminjamkan rumah sementara
Sampai mereka dapat usaha
Sebagai pengganti rasa kecewa
Air matanya tak henti mengalir
Bila teringat hidup yang anyir
Liku-liku, pahit, dan getir
Yang tiada pernah terpikir
Para sanak yang entah siapa
Gigih membantu tuntaskan lara
Dibangun gubug di belakang musala
Untuk Mbah Aceh pejamkan mata
Mulailah ia menata hidup
Dari berbekal seperti kuncup
Bagai dian yang sudah redup
Ibarat ia sudah basah kuyup
Allah mahakasih dan sayang
Yang selalu bimbing orang
Yang setia dan yang malang
Jangan anggap seperti dibuang
        Ada jalan karna ikhtiar
        Serta beribu-ribu sabar
        Jadilah hidup yang berkobar
        ’Tuk menuju alam khabar

 Babakan,  2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.

FITUR KEBAHASAAN PADA GENRE TEKS

Kaidah Kebahasaan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA diarahkan pada pengembangan ...