Syair Begja Seorang Penderes
Di sebuah desa yang
melarat
Hiduplah seorang pemuda
kuat
Lagi baik tutur dan sifat
Pada sesama apalagi
kerabat
Tak banyak pikir tak
banyak timbang
Selepas eSDe, ia berpetualang
Layaknya orang tua
membanting tulang
Demi memburu segenggam
uang
Putuskan tuk ikut
jejak sang ayah
Setelah berkelana bersusah payah
Mencari makan mencari upah
Hingga hidup pelik dan susah
Hidupnya teramat sederhana
Sebagai pengolah nira
Yang diambil dari manggar kelapa
Bertahun jalani dengan gembira
Suatu hari hati tertambat
Pada dara yang selalu
dihasrat
Cantik elok dan menawan
amat
Membuat debar hati selalu
kumat
Ketika disangkanya cukup umur
Apalagi tambah sedikit makmur
Karna bukanlah sebagai penganggur
Bangun siasat, strategi diatur
Mohon izinlah kepada
orang tua
Sampaikan maksud di dalam
dada
Untuk melamar si cantik
jelita
Yang sudah lama selalu
menggoda
Setelah bertukar
bertimbang
Dengan rasa berat dan
sayang
Putuskan juga untuk
tersayang
Berikan izin dan segepok
uang
Dipinanglah gadis pujaan
Membangun bahtera
kehidupan
Untuk berlayar mengarung
lautan
Menuju pantai kebahagiaan
Tak tahu harus bagaimana
Ungkapkan gembira atau
lara
Karna belum berselang
lama
Lahirlah si kecil buah
damba
Hati senang hidup sang
ayah
Walau harus lebih bersusah
Ia jalani hidup dengan
payah
Demi taati janji dan
petuah
Suatu sore yang temarang
Angin berhembus di atas
ilalang
Merdu burung berkicau
riang
Siul gadis sambil
berdendang
Sore yang temarang
menjadi kelabu
Langit senja berubah
sendu
Angin menjadi bertiup
menderu
Siul gadis menjadi tangis
haru
Di ladang yang jauh nan
sepi
Si Begja digaris hidup
dan mati
Ini bukan mimpi tapi
tragedi
Tapi musibah alam sejati
Musibah sedang menjemput
Takdir melintas membawa
maut
Yang sungguh-sungguh
ditakut
Yang tak bisa dikumut
mulut
Pegangan Begja tiba-tiba
terlepas
Dari papah kelapa jauh di
atas
Melayang menerjun bebas
Terkapar di tanah cadas
Malang tak dapat ditolak
Tak boleh berkata tidak
Semua jadi tersentak
Karena Begja jadi
tergeletak
Hari berbulan, bulan
bertahun
Di atas dipan Begja tertegun
Hanya dapat rasakan tikar
mengalun
Dalam buai malam yang
santun
Dalam hidup yang gelisah
Karna tak dapat mencari maisah
Tersebar-sebarlah risalah
Ia hanya bertawakal dan
pasrah
Yang seperti ini terus
dijalani
Tak kenali lagi waktu dan
hari
Bagai air mengalir di
kali
Terus ikuti muara tlah lampaui
Sampailah pada suatu
malam
Kekasih tercinta membuang
kelam
Ia tak mau terus terbenam
Dalam hidup yang terasa
asam
Sang kekasih putuskan pergi
Tinggalkan Begja yang tak
berarti
Karena tak tahan hidup
dalam misteri
Memang iman tak punya
nyali
Hari berbulan, bulan
bertahun
Di atas dipan Begja tertegun
Anak isteri tak ada
santun
Tinggalkan dia bertahun-tahun
Hingga kabar berita terpetik
Sang kekasih telah
berputik
Bersama lelaki futuristik
Yang tak tahu hidup yang
klasik
Memang Begja insan yang
sabar
Ia tak pernah sekalipun sesumbar
Hatinya selalu tegar
berbinar
Walau petir terasa terus
menyambar
Kesabaran akhirnya berbuah
manis
Tanpa harus hidup dengan mengemis
Karna ia punya hati yang agamis
Bahwa mengemis adalah
amis
Walau hidup dalam
keterbatasan
Allah yang rozak telah
menetapkan
Semua yang hidup dapat
jaminan
Tanpa dilebihkan tanpa
dikurangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.