Minggu, 22 Maret 2009

Esai

Generasi Posmomotor

Waktu terasa begitu menyebalkan ketika saya sedang menunggu isteri berbelanja di pasar. Daripada bengong, di tempat parkir yang berada di tepi jalan, saya perhatikan setiap pengendara dan pengemudi yang lewat. Barangkali saja, ada wajah yang saya kenal sedang melintas. Asyik juga kesibukan itu. Dari pengamatan tak terprogram itu, saya mendapatkan sesuatu yang cukup mengesankan. Apakah itu?

Selama setengah jam memperhatikan pengendara yang melintas di depan pasar, saya terbayang tayangan televisi tentang kesibukan masyarakat di Tokyo. Begitu sibuknya pengendara sepeda motor di kota saya. Sambil mengendara, banyak di antara mereka ber-SMS di ponselnya. Mata, perhatian, konsentrasinya di bagi dua. Di satu sisi harus menyetir kendaraan, di sisi yang lain mengetik SMS. Seolah tak menghiraukan hiruk pikuknya jalanan. Jangankan peduli sekeliling, keselamatan diri saja barangkali tak terpikirkan. Mereka seperti terhipnotis oleh SMS yang masuk, lantas harus dijawabnya seketika itu. Sayang, saya tidak mencatat berapa pengendara yang seperti itu dari sekian pengendara yang melintas saat itu. Yang jelas saya hanya bergeneralisasi bahwa pengendara yang "sibuk" itu cukup banyak. Fenomena ini tidak hanya terjadi di temnpat itu pada saat itu. Ternyata, setiap kali saya berkendara, saya selalu menjumpai "makhluk sibuk" seperti itu. Pemandangan tentang pengendara "sibuk" itu mengingatkan saya kepada tayangan televisi di Tokyo tadi.

Multitasking sudah mewabah di masyarakat kita. Multitasking bukan tanpa risiko. Kalau kedua aktifitas dapat dijalankan dengan baik, barangkali multitasking dapat berakhir dengan sukses. Akan tetapi, perlu dipikirkan dampak bagi pihak lain. Risiko kecelakaan ketika berkendara sambil SMS tidak terjadi, tetapi pengendara lain mungkin merasa terganggu kenyamanannya karena "pengendara sibuk" tidak berjalan dengan sempurna, terlalu ke tengah dan terlalu lambat. Susah untuk didahului. Itulah risiko sampingannya. Tidak terjadi pada pelaku, tetapi pada korban.

Orang hebat di tengah jalan itu tidak saja remaja, dijumpai pula orang-orang tua yang mestinya sudah banyak pertimbangan. Korban akibat "merasa hebat" itu sebenarnya sudah cukup banyak. Multitasking telah dibayar dengan raga dan nyawa. Akan tetapi, pemandangan tentang pengendara yang melakukan multitasking selalu saja ada. Barangkali mereka merasa tak ada waktu lagi. Padahal, kalau mau berpikir positif tidak melakukan atau menunda membalas SMS saat berkendara tidak akan merugikan sedikit pun. Berentilah sejenak dan luangkan waktu untuk membaca dan membalas SMS, baru melanjutkan perjalanan. Lima menit sangat berarti untuk memproteksi diri dari ancaman maut. Renungkanlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.

FITUR KEBAHASAAN PADA GENRE TEKS

Kaidah Kebahasaan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA diarahkan pada pengembangan ...