Rabu, 07 Januari 2009

Profesionalitas Guru

Profesionalitas Guru dan Batu Bara

UU No 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen mensyaratkan guru merupakan sebuah profesi yang membutuhkan profesionalitas anggotanya. Diharapkan profesi guru seperti Ikatan Dokter Indonesia dan Ikatan Advokasi Indonesia. UU tersebut merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat guru. Jabatan guru dan dosen diharapkan berbeda dengan jabatan-jabatan lain.
Upaya untuk peningkatan profesionalitas guru sudah banyak dilakukan, seperti : diklat, workshop, seminar, dan kegiatan-kegiatan tak bernama yang intinya bertujuan meningkatkan profesionalitas guru. Keseriusan pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas guru diawali dengan seleksi guru profesional melalui penilaian portofolio. Para guru yang lulus portofolio dianggap sebagai guru yang profesional, sedangkan guru yang tidak lulus dianggap belum profesional, mereka harus menempuh jalur diklat PLPG agar menjadi profesional.
Untuk menjadi guru yang profesional kuncinya adalah pada komitmen diri, yakni sejauh mana upaya diri untuk meningkat. Sekuat dan segencar apa pun upaya pemerintah, kalau komitmen masing-masing guru lemah, upaya itu akan sia-sia. Guru adalah manusia yang berpendidikan, tentunya mudah diajak untuk meningkat. Tetapi, kenyataannya? Guru masih tertatih-tatih kalau diajak profesional. Sebenarnya, apa yang menjadi kendala dan solusi apa untuk meningkatkan profesionalitas guru itu?
Seringkali saat guru sedang mengikuti diklat atau sejenisnya, saat itu semangat untuk meningkat membara dan ide-ide cemerlang bermunculan. Di saat diklat itulah semangat guru terbakar oleh motivasi-motivasi fasilitator. Semangat guru membara, bahkan menyala-nyala. Biasanya, saat itu pula ia ingin segera memulainya. Akan tetapi, setelah sampai di sekolah, apa yang yang terjadi? Bara itu padam! Guru mulai terbebani oleh tugas-tugas dan kegiatan lain yang sudah menghadang. Tugas-tugas dan kegiatan yang mestinya menjadi bagian dari profesionalitas guru dianggap menjadi air yang memadamkan bara. Akhirnya, idealis guru saat diklat atau sejenisnya terbang lepas.
Mestinya, bara-bara idealis harus tetap berkobar. Caranya: Satu, tetaplah berkomunikasi dengan rekan diklat, fasilitator, widyaiswara sehingga jalinan keilmuan tidak putus. Kedua, bentuklah komunitas alumni diklat dan tindak lanjuti dengan kegiatan –kegiatan yang menunjang secara periodik. Ketiga, tetaplah berkomitmen untuk profesional, di mana pun, kapan pun dan seberapa pun. Empat, ketika sertifikat guru profesional sudah diperoleh, bertangung jawablah atas sertifikat itu, jadikanlah sertifikat itu sebagai pengontrol diri.
Kuncinya adalah komitmen yang kuat dan kontinyu dan selalu mendekat dengan api sebagai penyulut bara profesional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.

FITUR KEBAHASAAN PADA GENRE TEKS

Kaidah Kebahasaan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA diarahkan pada pengembangan ...