Kamis, 03 September 2009

Esai

Indonesia Menantang

Reformasi telah digulirkan dengan sangat berat dengan jalan yang terseok-seok. Ibarat suatu kelahiran adalah kelahiran yang prematur. Sungguh reformasi telah lahir prematur dan bayinya pun tidak sehat, sakit-sakitan, bahkan tidak ada tanda-tanda berkembang. Bayi yang bernama reformasi ini justru jalan di tempat. Banyak tantangan dari keluarga dan tetangga. Kelahilan reformasi tidak diharapkan oleh anggota keluarga yang lain, terutama kakak-kakaknya. Reformasi hanya didukung oleh sedikit adik-adik yang jumlahnya dapat dihitung dengan jari.Reformasi Indonesia telah hambar. Reformasi Indonesia telah menguap. Banyak penentang reformasi, sedikit pendukung. Apalagi tetangga jauhnya selalu mengintai, memata-matai, mendustai, bermulut manis. Di depan seolah teman yang selalu mendukung, tetapi di belakang dengan berbagai cara kekuatannya yang otoriter berusaha mematikan, membunuh, menghancurkan, dan mencerai-beraikan INDONESIA tanpa ampun.

Mulai era tahun 2000-an bangsa Indonesia mulai bertingkah aneh. Di saat reformis mulai berjalan, justru muncul kejadian-kejadian yang menantang dan ditonjolkan di depan mata kita. Para penantang reformasi seperti tikus yang hendak diracun. Ketika racun telah digelar, mereka malah berbondong-bondong mencuri nasi dan lain-lain dari dapur sehingga bukan racun yang dikunyah, melainkan makanan-makanan lezat yang disantap. Ini merupakan analog dari kejadian-kejadian pemberantasan korupsi. Ketika Teten Mazduki dan kawan-kawan melawan koruptor, malah para koruptor semakin banyak mencuri dan jumlahnya semakin banyak, “Masya Allah”. Lebih menggila mereka karena tidak secara sembunyi-sembunyi, tetapi secara kasat mata. Korupsi hampir menjadi kegiatan yang meimbulkan kecemburuan. Orang yang tidak melakukan korupsi lalu cemburu dan ia ingin melakukan. Akhirnya, hampir semua lini dipenuhi kejadian korupsi. Pejabat, penegak hukum, pelaksana hukum tergiur untuk korupsi karena cemburu. Kecemburuan juga terjadi pada rakyat kelas bawah. Perhatian saja saat pilihan kepala desa misalnya, “wong ndeso” ini enggan mencoblos kalau tidak dikasih uang atau nasi dari calon atau panitia. Wabah korupsi, kolusi, dan nepotisme telah menjamur sampai masyarakat lini bawah. Gaya korupsi yang sedang klimaks adalah korupsi kolektif atau korupsi rombongan yang dilakukan legislatif. Belum korupsi yang dilakukan lintas departemen yang semua membentuk mata rantai yang sulit dirunut. Anehnya lagi, korupsi kok terjadi di legislatif. Banyak anggota legislatif tidak tahu dan tidak sadar telah melakukan korupsi. Konon, siapa ujungnya dan siapa pangkalnya tida jelas, susah diteropong dengan mata. Suatu saat tiba-tiba anggota legislatif dikejutkan dengan pemberian amplop yang tidak jelas sumbernya. Yang tahu sumbernya hanya beberapa orang saja, tapi mereka bungkam dan menguburnya dalam-dalam. Amplop-amplop yang bertebaran di ruang legislatif seperti turun dari langit begitu saja. Sebenarnya, itu uang-uang hasil korupsi atau kejahatan yang digunakan untuk tutup mulut para anggota legislatif. Kalau begitu, mereka tanpa sadar mulutnya telah disumpal oleh siluman-siluman berhati bejat.

Keanehan berikutnya terjadi pada rakyat jelata, rakyat pecinta hal-hal seronok. Aneh, ketika sekelompok orang peduli moral dan sosial menantang pornografi dan pornoaksi, semakin marak pornoaksi di sekitar kita. Lihat saja pemberitaan kasus-kasus tentang goyang dangdut, betapa maraknya. Pasca pengesahan UU Pornografi dan Pornoaksi, kegiatan yang berbau porno bukannya reda atau berkurang, melainkan semakin merajalela, meningkat, dan celakanya lagi semakin berani. Lihat kasus di panggung organ tunggal di Ternate, Cirebon, dan lain-lain. Kenjludrahan penyanyi dangdut amatiran sudah tidak bisa ditoleransi, karena mereka bersaru ria di depan mata anak-anak di bawah umur. Itu semua hanya demi saweran.

Kasus goyang erotis di depan publik disponsori oleh Inul Daratista. Saat itu keanehan pun terjadi. Di saat goyang yang bikin heboh itu dtentang oleh sejumlah orang mulia, seorang kyai memimpin untuk mendukung keerotisan di mata umum. Kalau yang mendukung itu orang-orang abangan dapat dimaklumi mereka, tetapi kali ini yang mendukung adalah seorang Romo Kyai panutan se-Jawa. Aneh kan! Di mana pertimbangan akhiratnya. Sekulerkah kita?

Keanehan berikutnya, ketika pemerintah baru sadar untuk menyatukan umat yang berbeda-beda keyakinan, perang lintas agama terjadi, muncul aliran-aliran sesat. Zaman sudah sore begini ada orang yang berikrar bahwa dirinya nabi penerus Muhammad. Edan kan zaman ini?
Ditulis tgl 10 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda berkomentar! Komentar Anda bermanfaat bagi kami. Komentar Anda tidak mengurangi apa pun bagi Anda.

FITUR KEBAHASAAN PADA GENRE TEKS

Kaidah Kebahasaan pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA diarahkan pada pengembangan ...